“upaya pelemahan sistematis pada setiap sektor vital kebangsaan, memaksa kita untuk segera merumuskan upaya penyelamatan dan menghasilkan stok pemimpin nasional dan kelas polopor yang siap secara pengetahuan untuk diposiskan, karena mustahil mengharapkan perubahan jika hanya dipusatkan pada satu sektor tertentu, semakin cepat dirumuskan, semakin mungkin pula tercipta formasi gerak bersama sebelum kita punah sebagai suatu bentuk identitas kenegaraan atau punah pada kesadaran dan kekuatan kebangsaan”

“Apa yang terjadi hari ini adalah sebab yang dihasilkan dari gerak secara global” kutipan kalimat ini coba digunakan penulis untuk mengantar pembaca pada nalar berfikir sederhana agar lebih jelas membedah embrio permasalahan kolektif pada bangsa dan negara. Sesungguhnya permasalahan hari ini merupakan subsistem dari sistem besar dunia yang terus bergerak. Penulis ingin mengantar pembaca pada kesadaran bahwa “di luar” sana sedang bermain beberapa sistem besar yang selain berhasil membongkar batas-batas teritorial kenegaraan dan menghasilkan dampak seperti apa yang kita rasakan juga mampu membangun hegemoni atas negara yang berada di bawah sistemnya. Secara internasional gerak dunia sudah mencapai fase relasi antar-negara selain dengan kepentingan yang sama juga pada kesepakatan kerja yang menguntungkan secara ekonomi dan politik.
Menggunakan teori system dunianya (world system) Emanuele Walernstein yang membagi secara abstrak berdasarkan posisi dan kemampuannya, indonesia diposisikan pada kelompok besar negara pheripheri (pherypheral state) dimana kelompok negara ini hanya menjadi tempat pembuangan “limbah” peradaban besar dunia, itu secara ideologis dan politik, sedangkan secara ekonomi, kelompok negara ini hanya menjadi sasaran eksploitasi sumberdaya (resource) guna penghidupan produksi oleh negara inti (core). Penulis tidak coba ingin membedah relasi permasalahan secara ekonomi politik tapi lebih menggugat ruang kesadaran pembaca mengenai kondisi sosial hari ini.
Satu hal yang perlu disadari adalah, bentuk apapun usaha itu selalu diawali dengan obeservasi dan riset sebelum adanya tindakan. Begitupula dengan kenyataan hari ini, bahwa Rusaknya sturktur dan sistem negara bangsa merupakan desain dari gerak sistematis yang memainkan pola-pola penjinakan dan penaklukan kesadaran dan sabotase pada aras berpengetahuan bangsa.
Penulis berani mengatakan bahwa ada skema pelemahan yang direncanakan dan sedang berlangsung, contohnya: secara politik dan Teritorial adminstratif, Otonomi daerah yang mengadopsi sistem pemerintahan Federal AS, berhasil membangun sektoralisasi kesadaran politik masyarakat untuk ramai dan menghabiskan energi untuk menjadi dan mendukung munculnya raja-raja lokal lewat mekanisme perpolitikan instan dan mengabaikan proses pendidikan politik, jauh dari apa yang diharapkan yaitu disribusi pembangunan dan pelayanan secara merata dan berimbang. Secara ekonomi, Kerjasama ekonomi kawasan (Asean-China, AFTA, NAFTA) menjadi jebakan yang mematikan ekonomi nasional, bagaimana tidak, produk impor dari pasar dunia yang secara kualitas cukup tinggi, diproduksi oleh industri besar serta publikasi yang kuat, disandingkan dipasar nasional dengan produk lokal dan industri kecil berkualitas menengah yang lemah publikasi. Pada lembaga pendidikan, adanya upaya mengkomersialisai institusi pendidikan (BHP), standarisasi nilai hasil pendidikan, dan pencabutan subsidi pendidikan. Lebih sederhana lagi penulis ingin mengatakan bahwa, sistem perpolitikan kita rusak, sistem perekonomian kita mematikan dan sistem pendidikan kita sedang disabotase atau dibajak.
Yang seharusnya dilakukan saat ini adalah upaya penyelamatan pada sektor-sektor vital ruang produksi kesadaran bangsa, menguatkan kapasitas produksi dan distribusi ekonomi hingga penyelamatan kualitas pendidikan lewat perbaikan sistem pendidikan. Pendidikan diharapkan menjadi ruang produksi untuk menghasilkan stok kader bangsa yang secara pengetahuan berkualitas dan secara kepemimpinan berkelas. Maksudnya adalah, mereka yang dihasilkan dari ruang pendidikan seharusnya bisa mengisi kekosongan posisi strategis pada disiplin pengetahuan/gerak apapun, karena mustahil memperbaiki kerusakan bangsa dan negara ini hanya mengandalkan satu ruang saja seperti ruang politik, atau menyerahkan sepenuhnya jalannya mekanisme pada trias politica dan mustahil pula penguatan ekonomi tanpa pengawalan lewat sektor politik dan pendidikan.
Mungkinkah melakukan upaya penyelamatan, sedangkan kelompok pelopor yang menjadi harapan di wilayah tersebut justru sedang mengalami ke-keropos-an. Kenyataannya saat ini adalah, kelas polopor (mahasiswa) mempunyai kecenderungan melepaskan diri dan tidak peduli pada tanggung-jawab dan peran yang seharusnya dilakukan juga mengalami degradasi mutu dan dimanjakan oleh situasi serta terlibat dalam penghabisan energi pada perdebatan sektoral. Harapan terakhir dari lembaga pendidikan adalah terciptanya stok pemimpin nasional yang siap diposisikan pada peran-peran strategis sesuai dengan disiplin pengetahuannya dengan kesadaran yang sama, yaitu menghalau gerak global dalam upaya pelemahan bangsa dan negara.
Cukuplah negara-bangsa hanya menjadi medan pertarungan gerak politik dunia dan sebagai ajang pembuktian kemampuan politik prematur dari kelompok yang ingin berkuasa. Sudah cukup pula kelompok pelopor kaum muda dimanjakan oleh situasi yang menghasilkan perilaku hidup yang jauh dari tanggung jawab dan perannya sebagai insan terdidik, sudah cukup pula kita berpura-pura tidak menyadari keadaan yang secara visual keliahatan baik-baik saja, karena stabilitas semu diciptakan untuk menjinakkan potensi-potensi gangguan. Harapan penulis adalah, seluruh elemen gerak kelas polopor, berdasarkan disiplin pengetahuan apapun bisa membangun formasi gerak penyelamatan secara kolektif dan mengumpulkan kemampuan dari sisa energi positif yang tersisa. semoga
[+/-] Selengkapnya...
[+/-] Ringkasan saja...