Powered By Blogger
terima kasih sudah berkunjung di blog ini, salam kenal dari saya. anda termasuk orang yang gemar mencari, terlepas dari popularitas dan perkenalan...!

Rabu, 12 Mei 2010

Teror Masa

Etalase pembumian karakter kebangsaan

Oleh:dibumi naraka


Jakarta meledak lagi
Indonesia sedih lagi
Apakah demokrasi seperti ini
Orang bebas berbuat sesuka hati

By; SLANK

Tabea….!!

Penggalan lagu diatas dirasa cukup untut menggambarkan relaitas terkini indonesia, pasca gerakan 98, indonesia disuguhkan dengan serangkaian aksi pengeboman. Tuah yang mesti di terima ketika kita masih begitu gamang dengan terminologi DEMOKRASI. Sejatinya demokrasi bukanlah tujuan yang harus dicapai dalam berbangsa dan bernegara, melainkan menjalankan proses yang berkeadilan pada aras sosial kerakyatan. Dengung demokratisasi bagi segelintir justru dilihat sebagai momentum kebebasan dalam membentuk kehendak bukan mengutarakan kehendak dan berpendapat, yang kemudian dalam upaya pembentukan kehendak melalui aksi anti-humanis. Menilik kebelakang ketika dibawah pengaruh represif Orba, tidak pernah kita menjumpai pola-pola kekerasan seperti tersebut diatas, dikarenakan begitu tekunnya rezim Orba Menggunakan Terminologi teror massa secara terselubung lewat media Ideologi dan Aparat. Stabilitas semu yang diciptakan Rezim Orba yang tentunya dirawat dengan teror dan kekerasan, kemudian menular ditingkatan masyarakat. Jatuhnya rezim Orba turut membuka sumbatan kebebasan tersebut, yang kemudian secara berkala bermunculannya kelompok, organisasi dengan basic kekuatan dan kepentingan masing-masing yang juga mendengungkan demokratisasi. Masyarakat tidak serta merta terbebas dari tekanan pada rezim sebelumnya, terbukti pada perilaku yang bisa disaksikan sekarang (aksi kekerasan,bom dll).

Teror massa yang terjadi saat ini, bagi sekelompok orang (dengan latar belakang tertentu) diartikan sebagai proses pembentukan kehendak yang Kultus dan Suci, terlepas dari sentimen-sentimen di wilayah politis atau dogmatis. Harapan akan Perlawanan terhadap semua bentuk Neo-imperialisme justru hanya sampai pada pembumihangusan simbol atau objek dari imperialisme. Teror yang bagi mereka ditujukan pada kaum imperialis malah mengorbankan masyarakat yang mengais rejeki dari imperialis. Keadaan saat ini seharusnya bisa dilihat secara kompleks pada rentang sejarah berbangsa dan bernegara, nyata bahwa kekerasan negara pada masa lalu menular ke masyarakt di tambah import kesadaran dan indoktrinasi yang dianut sekelompok orang. Sebelumnya kita tidak pernah menjumpai aksi-aksi kekerasan tersebut, jelaslah bahwa selain telah terkonstruksi dari dalam (kekerasan Negara;Orba) ditambah injeksi kesadaran radikal dari luar, maka lahirlah kelompok-kelompok teror yang beraksi saat ini. Siapa gerangan orang yang tidak ingin bebas? Namun bukan dengan teror dan aksi kekerasan anti-humanis dalam perwujudan kebebasan. Penguatan kesadaran kebangsaan, penguatan kesadaran akan proses demokrasi menjadi tema besar yang harus dilakoni oleh negara saat ini.

Saat ini kita disuguhkan aksi teror meneror layaknya film Hollywood, negara yang sebelumnya jadi sasaran teror, kini balik menjanjikan pembumihangusan bagi pelaku teror (teroris). Bagi penulis, negara seharusnya tidak menjadi apatis terhadap bentuk penyampaian pendapat atau mengistimewakan pola-pola intelijen yang represif. Siapa yang sangka, beralasankan kecurigaan kemudian penulis ditangkap Densus 88 dituduh Teroris padahal sekedar menyampaikan pendapat (menulis)…? Penggunaan cara tersebut mengarah pada pola penjinakan aspirasi a-la Orba….!!

Rest In peace

[+/-] Selengkapnya...

Semburat Mentari





sempat kuberdiri disini..
mendekati diriNya dengan peluh..
menguasai diri,menaklukkan emosi..

[+/-] Selengkapnya...

“Menentukan Peran Mahasiswa dan Kampus Sebagai Ruang Produksi Pemimpin Nasional”

Oleh: Muh. Isa Ramadhan
“upaya pelemahan sistematis pada setiap sektor vital kebangsaan, memaksa kita untuk segera merumuskan upaya penyelamatan dan menghasilkan stok pemimpin nasional dan kelas polopor yang siap secara pengetahuan untuk diposiskan, karena mustahil mengharapkan perubahan jika hanya dipusatkan pada satu sektor tertentu, semakin cepat dirumuskan, semakin mungkin pula tercipta formasi gerak bersama sebelum kita punah sebagai suatu bentuk identitas kenegaraan atau punah pada kesadaran dan kekuatan kebangsaan”

“Apa yang terjadi hari ini adalah sebab yang dihasilkan dari gerak secara global” kutipan kalimat ini coba digunakan penulis untuk mengantar pembaca pada nalar berfikir sederhana agar lebih jelas membedah embrio permasalahan kolektif pada bangsa dan negara hari ini. Sesungguhnya permasalahan hari ini merupakan subsistem dari sistem besar dunia yang terus bergerak sampai hari ini. Penulis ingin mengantar pembaca pada kesadaran bahwa “diluar” sana sedang bermain beberapa sistem besar yang selain berhasil membongkar batas-batas teritorial kenegaraan dan menghasilkan dampak seperti apa yang kita rasakan hari ini juga mampu membangu hegemoni atas negara yang berada di bawah sistemnya. Secara internasional gerak dunia sudah mencapai fase relasi antar-negara selain dengan kepentingan yang sama juga pada kesepakatan kerja yang menguntungkan secara ekonomi dan politik.
Menggunakan teori sytem dunianya (world system) Emanuele Walernstein yang membagi secara abstrak berdasarkan posisi dan kemampuannya, indonesia diposisikan pada kelompok besar negara pheripheri (pherypheral state) dimana kelompok negara ini hanya menjadi tempat pembuangan “limbah” peradaban besar dunia, itu secara ideologis dan politik, sedangkan secara ekonomi, kelompok negara ini hanya menjadi sasaran eksploitasi sumberdaya (resource) guna penghidupan produksi oleh negara inti (core). Penulis tidak coba ingin membedah relasi permasalahan secara ekonomi politik tapi lebih menggugat ruang kesadaran pembaca mengenai kondisi sosial hari ini.
Satu hal yang perlu disadari adalah, bentuk apapun usaha itu selalu diawali dengan obeservasi dan riset sebelum adanya tindakan. Begitupula dengan kenyataan hari ini, bahwa Rusaknya sturktur dan sistem negara bangsa hari ini merupakan desain dari gerak sistematis yang memainkan pola-pola penjinakan dan penaklukan kesadaran dan sabotase pada aras berpengetahuan bangsa.
Penulis berani mengatakan bahwa ada skema pelemahan yang direncanakan dan sedang berlangsung, contohnya: secara politik dan Teritorial adminstratif, Otonomi daerah yang mengadopsi sistem pemerintahan Federal AS, berhasil membangun sektoralisasi kesadaran politik masyarakat untuk ramai dan menghabiskan energi untuk menjadi dan mendukung munculnya raja-raja lokal lewat mekanisme perpolitikan instan dan mengabaikan proses pendidikan politik, jauh dari apa yang diharapkan yaitu disribusi pembangunan dan pelayanan secara merata dan berimbang. Secara ekonomi, Kerjasama ekonomi kawasan (Asean-China, AFTA, NAFTA) menjadi jebakan yang mematikan ekonomi nasional, bagaimana tidak, produk impor dari pasar dunia yang secara kualitas cukup tinggi, diproduksi oleh industri besar serta publikasi yang kuat, disandingkan dipasar nasional dengan produk lokal dan industri kecil berkualitas menengah yang lemah publikasi. Pada lembaga pendidikan, adanya upaya mengkomersialisai institusi pendidikan (BHP), standarisasi nilai hasil pendidikan, dan pencabutan subsidi pendidikan. Lebih sederhana lagi penulis ingin mengatakan bahwa, sistem perpolitikan kita rusak, sistem perekonomian kita mematikan dan sistem pendidikan kita sedang disabotase atau dibajak.
Yang seharusnya dilakukan saat ini adalah upaya penyelamatan pada sektor-sektor vital ruang produksi kesadaran bangsa, menguatkan kapasitas produksi dan distribusi ekonomi hingga penyelamatan kualitas pendidikan lewat perbaikan sistem pendidikan. Pendidikan diharapkan menjadi ruang produksi untuk menghasilkan stok kader bangsa yang secara pengetahuan berkualitas dan secara kepemimpinan berkelas. Maksudnya adalah, mereka yang dihasilkan dari ruang pendidikan seharusnya bisa mengisi kekosongan posisi strategis pada disiplin pengetahuan/gerak apapun, karena mustahil memperbaiki kerusakan bangsa dan negara ini hanya mengandalkan satu ruang saja seperti ruang politik, atau menyerahkan sepenuhnya jalannya mekanisme pada trias politica a la monstesqiuew dan mustahil pula pengutan ekonomi tanpa pengawalan lewat sektor politik dan pendidikan.
Mungkinkah melakukan upaya penyelamatan, sedangkan kelompok pelopor yang menjadi harapan di wilayah tersebut justru sedang mengalami ke-keropos-an? Kenyataannya saat ini adalah, kelas polopor (mahasiswa) mempunyai kecenderungan melepaskan diri dan tidak peduli pada tanggung jawab dan peran yang seharusnya dilakukan juga mengalami degradasi mutu dan dimanjakan oleh situasi serta terlibat dalam penghabisan energi pada perdebatan sektoral. Harapan terakhir dari lembaga pendidikan adalah terciptanya stok pemimpin nasional yang siap diposisikan pada peran-peran strategis sesuai dengan disiplin pengetahuannya dengan kesadaran yang sama, yaitu menghalau gerak global dalam upaya pelemahan bangsa dan negara.
Cukuplah negara-bangsa hanya menjadi medan pertarungan gerak politik dunia dan sebagai ajang pembuktian kemampuan politik prematur dari kelompok yang ingin berkuasa. Sudah cukup pula kelompok pelopor kaum muda dimanjakan oleh situasi yang menghasilkan perilaku hidup yang jauh dari tanggung jawab dan perannya sebagai insan terdidik, sudah cukup pula kita berpura-pura tidak menyadari keadaan yang secara visual keliahatan baik-baik saja, karena stabilitas semu digunakan untuk menjinakkan potensi-potensi gangguan. Harapan penulis adalah, seluruh elemen gerak kelas polopor, berdasarkan disiplin pengetahuan apapun bisa membangun formasi gerak penyelamatan secara kolektif dan mengumpulkan kemampuan dari sisa energi positif yang tersisa. semoga

[+/-] Selengkapnya...

Perdana

menikmati dan memanfaatkan kebaikan zaman ini

[+/-] Selengkapnya...